Monday, 16 June 2014


Survival of the fittest: Mayu Watanabe duduk di posisi puncak AKB48 setelah memenangkan 'pemilihan umum' tahunan di Tokyo, Sabtu. Manajemen mengadu setiap individual member untuk saling bertarung terhadap member lainnya agar menambahkan sebuah keadaan yang kompetitif untuk berada di AKB, dengan para pekerja yang dipromosikan dan diturunkan seperti orang-orang yang bekerja di perusahaan biasa. | AP

Pada tanggal 25 Mei, seorang pria memegang gergaji menyerang dan melukai Rina Kawaei (19 tahun) dan Anna Iriyama (18 tahun), dua member grup girl AKB48. dan seorang staf laki-laki di sebuah acara di mana para fans bisa berjabat tangan dengan para idola AKB mereka.

Untungnya lukanya itu kecil, tapi para fans menjadi terkejut. Para korban dan rekan-rekan AKB48 mereka pasti menjadi ketakutan.

AKB48 telah meraih status superstar, mencampurkan angka penjualan jutaaan CD dibalik citra mereka sebagai band atas "idola yang dapat anda temui." Para member melakukan tur ke sejumlah negara, berjabat tangan dengan para fans, melakukan sesi pengambilan foto bersama dengan mereka dan umumnya berinteraksi dengan para fans mereka. (Salah satu alasan mereka bisa menjual jutaan CD di masa dunia telah meninggalkan CD adalah bahwa setiap paketnya memasukkan IOU untuk jabat tangan dengan gadis AKB48 pilihan Anda.)

Dua member AKB48 terluka selama bekerja. Di dalam sebuah perusahaan, cedera seperti ini di dalam dunia pekerja memenuhi syarat untuk rōsai, atau asuransi kecelakaan industri, yang bahasa sehari-harinya dikenal sebagai kompensasi pekerja. Tapi apakah member grup ini, yang merupakan hasil pemikiran dari sebuah agen entertainmen, bisa dikategorikan sebagai pekerja? Apakah mereka berhak untuk rōsai?

Hukum Asuransi Kecelakaan Industri hanya membahas tentang para pekerja, atau rōdōsha.

Hukum juga mempertimbangkan untuk beberapa orang yang dikategorikan sebagai rōdōsha bahkan ketika mereka tidak memiliki hubungan kerja. Kebanyakan selebritis, aktor, penyanyi dan artis lainnya di Jepang bekerja tanpa kontrak tertulis.

Hanya menjuluki seseorang sebagai entertainer itu tidak benar-benar cukup memberitahukan dengan jelas kepada Anda. Ada banyak jenis dari "entertainer" tergantung pada posisi atau status mereka, apakah orang tersebut milik sebuah agen talent besar, dan media dan isi dari pekerjaan mereka.

Para Veteran mungkin dapat dengan mudah mendapatkan panggilan untuk melakukan syuting, tapi para newbie biasanya memiliki sedikit pilihan selain melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka. Jadi, menentukan status rōdōsha bisa jadi adalah hal yang rumit dan harus dilakukan pada kasus-per-kasus.

Kemudian, Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan instruksi pada tanggal 30 Juli 1988, yang mencatat tentang daftar kriteria untuk digunakan saat menentukan status pekerjaan dari entertainer. Instruksi ini mengatakan bahwa jika semua dari empat syarat berikut ini terpenuhi, maka orang itu adalah seorang kontraktor privat, sedangkan status rōdōsha diakui jika entertainer itu gagal memenuhi salah satu kriteria berikut ini.


1. Pelaku Seni, yang popularitas atau karakteristik individu lainnya adalah yang terpenting, dan lagu-lagu atau akting dia berikan tidak dapat diberikan oleh seorang pengganti.

2. Remunerasi entertainer diterima tidak didasarkan pada jam kerja.

3. Entertainer tidak dipaksa untuk bekerja pada jam-jam tertentu yang berhubungan dengan produksi, bahkan jika itu adalah pengaturan jadwal untuk latihan, penampilan dan pekerjaan lain yang sejenis.

4. Format kontrak bukan merupakan kontrak kerja.


Jadi mari kita menerapkan kriteria ini untuk dua member AKB yang diserang. Apakah mereka adalah rōdōsha?

Dimulai dengan point 1, status rōdōsha mereka mungkin ditolak jika ini mengacu pada penjelasan bahwa tidak ada pengganti yang bisa menggantikan mereka dalam pertunjukan publik jika terjadi sesuatu kepada mereka.

Jajaran AKB dan sister group nya sekarang berjumlah lebih dari 300, termasuk spin-off di Nagoya (SKE), Osaka (NMB), Fukuoka (HKT), Jakarta (JKT) dan Shanghai (SNH). Aku penasaran berapa persen dari member grup ini yang sangat sentral dan diketahui bahwa mereka tidak dapat digantikan oleh para pengganti. Saya juga penasaran apakah Kawaei dan Iriyama bisa dinilai sebagai "orang yang tidak tergantikan". Saya yakin para fans mereka, setidaknya, akan menganggap mereka itu tak tergantikan.

Pindah ke No 2, baik gaji mereka atau bagaimana mereka dibayar adalah rahasia umum, jadi kita tidak bisa mengatakan apakah mereka dibayar untuk jam kerja; kita juga tidak tahu perbedaan gaji antara member yang paling populer dan yang tidak. Tapi sulit untuk membayangkan pekerjaan di dunia hiburan yang dibayar per jam: Ini adalah pekerjaan yang dapat mengambil satu hari penuh untuk syuting satu adegan dari drama TV atau film, atau rekaman yang dapat berjalan lebih lancar dan selesai lebih awal dari yang diharapkan. Tanggal dan tempat, dalam arti, hanya sekedar formalitas. Kita bisa membandingkan gaji jika ada jadwal yang jelas yang diterapkan untuk semua entertainer, tetapi biasanya hal ini tidak demikian.

Untuk kriteria ke-3, jelas bahwa member grup AKB melakukan dan menawarkan jabat tangan di bawah perintah manajemen, yang berarti dilakukan oleh manajemen teater individu dan pencipta franchise dan produser musik Yasushi Akimoto. Ini berarti bahwa setiap member tidak memiliki kebebasan atau keleluasaan untuk memilih pekerjaan mereka, dan harus berada di tempat dan waktu tertentu. Saya percaya ini berarti bahwa para member baik yang populer dan tidak begitu populer akan memiliki kasus yang kuat untuk mengklaim status rōdōsha miliknya.

Member grup AKB secara terus-menerus terlibat dalam persaingan yang ketat, berlomba-lomba untuk menaikkan ranking dan menjadi center panggung. Mereka beralih posisi dalam cara yang mirip dengan bagaimana para pekerja yang ditransfer, mereka diturunkan dari anggota reguler menjadi "trainee," dan manajemen selalu memastikan untuk mengadu mereka terhadap satu sama lain untuk menambah keunggulan kompetitif untuk seluruh pengalaman.

Melihat sistem ini mengingatkan saya pada keadaan pekerja biasa di sebuah perusahaan. Mungkin fans yang bekerja di perusahaan-perusahaan biasa memproyeksikan perasaan mereka dengan para member AKB, yang diperlakukan sama dengan karyawan perusahaan.

Dari penjelasan di atas, saya pikir itu adalah jelas bahwa para member AKB akan dan harus diakui sebagai rōdōsha. Meskipun dalam beberapa faktor, seperti ketenaran dan metode pembayaran mereka, mungkin mencairkan status rōdōsha dari para member ini. faktanya adalah bahwa mereka bekerja di bawah perintah dan terdapat jadwal dimana mereka tidak bisa bebas untuk memilih menunjukkan bahwa mereka adalah karyawan, bahkan jika mereka tidak memiliki kontrak kerja formal. Dan karena mereka adalah rōdōsha, hak mereka untuk kompensasi pekerja juga harus diakui.

Akhir kata, ini yang membuatku gelisah bahwa Akimoto, yang secara efektif adalah kepala eksekutif, tidak membuat komentar mengenai penyerangan tersebut. Member AKB sendiri telah memposting di blog dan men-tweet bahwa mereka tidak ingin membiarkan insiden itu mengancam interaksi mereka dengan para fans mereka, dan bahwa mereka ingin melanjutkan acara jabat tangan.

Tidak satupun suara yang tidak setuju, tidak satupun yang merajuk atau memberikan sugesti untuk mengasihani diri sendiri, tidak satupun tweet yang berisikan kata yang negatif, tidak satupun yang mengatakan "mari kita berhenti sebentar dan menahan diri" yang dikatakan oleh para member AKB48 sejak insiden kekerasan, tapi sulit untuk membayangkan bahwa serangan brutal ini tidak mengejutkan dan menakut-nakuti para gadis ini. Saya hanya berusaha menebak bahwa mungkin mereka berada di bawah perintah untuk tetap bersikap positif setelah serangan: di bawah perintah - seperti para pekerja umumnya.

Pada Januari 2013 saya menulis di sebuah kolom Labor Pains tentang lemahnya posisi member AKB dan bagaimana satu-satunya harapan mereka untuk bernegosiasi dari posisi paritas dengan manajemen untuk bisa berserikat. Ini sulit untuk tidak menghasilkan kesimpulan yang sama lagi hari ini.

source: AKB48 members deserve to get workers’ comp for saw attack (japan times)



Hifumi Okunuki teaches at Sagami Women’s University and serves as executive president of Tozen Union (Zenkoku Ippan Tokyo General Union). She can be reached at tozen.okunuki@gmail.com. On the second Thursday of each month, Hifumi looks at cases in Japan’s legal history to illustrate important principles in labor law.

0 comments:

Post a Comment

I need your comment, to prove that this blog is useful. if you not mind please do so. i will be very happy. let's cheers our idol girls! :)

Please, put your name in the Open ID, so that I could greet you back. I do not appreciate Anonymous. :)

join our facebook and twitter too! ^_^